Sejarah Macha
Teh matcha, yang kini populer di seluruh dunia, memiliki sejarah panjang yang berakar di Jepang. Asal-usul teh matcha dapat ditelusuri kembali ke Dinasti Tang di Tiongkok (618-907 M), di mana daun teh dikukus dan dikeringkan menjadi bentuk kue untuk memudahkan penyimpanan dan perdagangan. Namun, teh matcha seperti yang kita kenal sekarang mulai berkembang di Jepang pada abad ke-12.
Seorang biksu Buddha Jepang bernama Eisai membawa biji teh dari Tiongkok ke Jepang pada tahun 1191. Ia memperkenalkan metode menggiling daun teh menjadi bubuk halus dan mencampurkannya dengan air panas, yang kemudian dikenal sebagai matcha. Eisai juga menulis buku "Kissa Yojoki" (Kitab Teh untuk Kesehatan), yang menjelaskan manfaat kesehatan dari teh matcha dan cara mengonsumsinya.
Pada periode Muromachi (1336-1573), teh matcha menjadi bagian penting dari budaya Jepang, terutama dalam upacara minum teh yang dikenal sebagai "chanoyu" atau "sado". Upacara ini tidak hanya tentang menikmati teh, tetapi juga tentang meditasi, ketenangan, dan penghargaan terhadap keindahan sederhana. Sen no Rikyu, seorang master teh terkenal, memainkan peran penting dalam menyempurnakan upacara minum teh dan filosofi di baliknya.
Sen no Rikyu memperkenalkan konsep "wabi-sabi", yang menekankan keindahan dalam ketidaksempurnaan dan kesederhanaan. Filosofi ini menjadi dasar dari upacara minum teh dan mempengaruhi banyak aspek budaya Jepang lainnya. Melalui upacara minum teh, teh matcha menjadi simbol ketenangan dan refleksi diri.
Selama periode Edo (1603-1868), teh matcha semakin populer di kalangan samurai dan bangsawan. Mereka menganggap upacara minum teh sebagai cara untuk melatih disiplin dan ketenangan pikiran. Pada masa ini, berbagai sekolah teh mulai bermunculan, masing-masing dengan gaya dan tradisi unik mereka sendiri.
Pada abad ke-19, Jepang mulai membuka diri terhadap dunia luar, dan teh matcha mulai dikenal di luar negeri. Namun, popularitasnya di luar Jepang baru benar-benar meningkat pada abad ke-21, seiring dengan meningkatnya minat terhadap makanan dan minuman sehat. Teh matcha dikenal karena kandungan antioksidannya yang tinggi dan manfaat kesehatannya, seperti meningkatkan metabolisme dan memberikan energi yang tahan lama.
Kini, teh matcha tidak hanya dinikmati sebagai minuman, tetapi juga digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman, seperti es krim, kue, dan smoothie. Popularitasnya yang terus meningkat menunjukkan bahwa teh matcha telah melampaui batasan budaya dan menjadi fenomena global.
Selain manfaat kesehatannya, teh matcha juga memiliki nilai estetika yang tinggi. Warna hijau cerahnya yang khas dan rasa umaminya yang unik membuatnya menjadi bahan yang menarik bagi para koki dan pembuat minuman. Banyak kafe dan restoran di seluruh dunia kini menawarkan berbagai kreasi berbasis matcha, dari latte hingga dessert.
Proses pembuatan teh matcha juga sangat unik dan memerlukan keahlian khusus. Daun teh yang digunakan untuk matcha ditanam di bawah naungan selama beberapa minggu sebelum dipanen. Proses ini meningkatkan kandungan klorofil dan asam amino dalam daun, yang memberikan warna hijau cerah dan rasa khas pada matcha. Setelah dipanen, daun teh dikukus, dikeringkan, dan digiling menjadi bubuk halus menggunakan batu giling tradisional.
Teh matcha juga memiliki peran penting dalam berbagai festival dan acara budaya di Jepang. Misalnya, pada perayaan Tahun Baru, banyak keluarga Jepang yang mengadakan upacara minum teh untuk merayakan awal tahun yang baru. Selain itu, teh matcha juga sering digunakan dalam upacara keagamaan dan meditasi di kuil-kuil Buddha.
Dengan sejarah yang kaya dan manfaat yang beragam, tidak mengherankan jika teh matcha terus menjadi favorit di seluruh dunia. Dari upacara minum teh tradisional di Jepang hingga kreasi modern di kafe-kafe internasional, teh matcha telah membuktikan bahwa ia adalah minuman yang melampaui batasan waktu dan budaya.